Minggu, 01 Desember 2013


Perpu Mahkamah Konstitusi Konstitusional
Beberapa dekade terakhir ini, banyak pakar hukum mempertanyakan mengenai Perpu Mahkamah Konstitusi, yang bertujuan untuk mengembalikan tugas, fungsi dan kewenangan Komisi Yudisal (KY) dalam hal melakukan pengawasan terhadap hakim-hakim konstitusi, apakah konstitusional atau tidak?. Beberapa pakar hukum berpendapat bahwa  Perpu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 24 Tahun 2003 (Perpu MK) yang bertujuan untuk menegembalikan fungsi, tugas dan kewenangan Komisi Yudisial untuk mengawasi hakim-hakim konstitusi, bersifat inkonstitusional karena bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi No 005/PUUIV/2006 mengenai uji materiil UU No 22/2004 tentang Komisi Yudisial, Mahkamah Konstitusi membatalkan sejumlah Pasal yang terdapat dalam UU No 22/2004, khususnya pasal-pasal yang berkaitan dengan fungsi, tugas, dan kewenangan Komisi Yudisial (KY) dalam hal melakukan pengawasan terhadap hakim-hakim konstitusi.
Berdasarkan stufentheorie (teori tangga), Hans Kelsen Menegaskan bahwa norma hukum selalu berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang, Norma hukum dibawah berlaku, bersumber dan berdasarkan pada norma tertinggi yaitu norma dasar. Implementasi dari teori ini dalam tata urutan peraturan perundang-undangan yaitu asas hukum lex superior derograt legi inferior ( peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannnya tidak boleh bertentangan dengan peratutan yang lebih tinggi). Tata urutan peraturan perundang-undangan  menempatkan Perpu di bawah Undang-Undang Dasar Tahun 1945 setelah Tap MPR. Konstruksi hukumnya logis ketika Perpu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sesuai dengan asas  hukum lex superior derograt legi inferior maka Perpu itu bersifat inkonstitusional, tetapi permasalahan yang terjadi sekarang adalah apakah benar Perpu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945? Pasal berapakah dalam Konstitusi yang menegaskan Perpu untuk mengembalikan fungsi, tugas dan kewenanagan Komisi Yudisial (KY) adalah inkonstitusional? 
Menurut saya, ada tiga alasan Perpu Mahkamah Konstitusi bersifat konstitusional pertama, Perpu Mahkamah Konstitusi yang betujuan untuk mengembalikan tugas, fungsi dan kewenangan Komisi Yudisial bersifat konstitusional, karena pasal 24C ayat (1) UUD Tahun 1945 hanya ditegaskan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Pertanyaan apakah ketentuan UUD Tahun 1945 menyebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang melakukan uji materi Perpu terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945?. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 secara terang-terangan, tidak menegaskan hal tersebut, meskipun dalam tata urutan peraturan perundang-undangan kedudukan Perpu dan Undang-Undang adalah sejajar tetapi hakikat lahirnya kedua peraturan perundang-undang tersebut adalah berbeda, serta proses terbentuknya juga berbeda. Undang-Undang lahir sebagai jawaban atas tuntutan masyarakat, dan untuk menggantikan peraturan perundang-undangan sebelumnya yang tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat, serta hasil bentukan Dewan Perwakilan Rakyat yang dirancang secara bersama-sama antara DPR bersama presiden (pasal 20 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945), sedangkan Perpu hadir dalam hal ikhwal kegentingan memaksa yang ditetapkan oleh presiden melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dan pertimbangan Mahkamah Agung, sehinggah antara kedua peraturan tersebut harus dipisahkan secara tegas meskipun kedudukannya sejajar. Permasalahan yang terjadi beberapa dekade terakhir ini karena para pakar hukum yang berpendapat Perpu Mahkamah Konstitusi adalah inkonstitusional, berasumsi bahwa kedudukan antara Perpu dan Undang-Undang adalah sama, sehinggah hasil uji materi  UU No 22/2004 yang membatalkan sejumlah Pasal tentang fungsi, tugas, dan kewenangan Komisi Yudisial (KY) dalam hal melakukan pengawasan terhadap hakim-hakim konstitusi berlaku juga terhadap Perpu Mahkamah Konstitusi, padahal belum terdapat satu pasalpun dalam ketentuan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang memberikan hak dan kewenangan kepada Mahkamah Konstitusi untuk menguji Perpu terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945, sehinggah tafsiran ini keliru karena menambah kewenangan kepada Lembaga Mahkamah Konstitusi yang secara tegas tidak diatur di dalam konstitusi dan jika kewenangan menguji Perpu diserahkan kepada lembaga Mahkamah Konstitusi maka kewengan itu bersifat inkonstitusional karena bertentangan dengan tugas dan kewenangan Mahkamah Konstitusi yang sudah ditegaskan di dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
 Kedua, mekanisme perubahan Undang-Undang Dasar 1945 juga secara tegas diatur dalam Undang-Undang dasar Tahun 1945 yaitu pasal Pasal 37 ayat (1), (3) dan (4) yang masing-masing bunyinya sebagai berikut :
Ayat  (1)  Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Ayat (3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang dasar, sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh skurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Ayat  (4)  putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Implementasi dari pasal-pasal diatas menegaskan bahwa hanya melalui sidang paripurna Majelis Permusyawaratan yang dihadiri sekurang-kurangya 2/3 dari jumlah anggota Majleis Permusyawaratan Rakyat dan mendapat persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat sajalah yang dapat merubah atau menggantikan  pasal-pasal Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sehinggah, apabila Perpu dikatakan inkonstitusional karena bertentangan dengan Putusan Mahkamah Kontitusi No 005/PUUIV/2006 mengenai uji materiil UU No 22/2004 tentang Komisi Yudisial, yang membatalkan sejumlah Pasal di dalam UU No 22/2004, khususnya pasal-pasal yang berkaitan dengan fungsi, tugas, dan kewenangan Komisi Yudisial (KY) dalam hal melakukan pengawasan terhadap hakim-hakim konstitusi, pertanyaannya, apakah putusan Mahkamah Konstitusi tersebut adalah Undang-Undang Dasar 1945? Apabila putusan tersebut adalah Undang-Undang Dasar 1945, apakah tujuan pasal 37 Undang-Undang Tahun 1945 tentang mekanisme perubahan Undang-Undang Tahun 1945?
Ketiga, Perpu Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 24 Tahun 2003  hadir dalam hal ikhwal kegentingan memaksa, karena Perpu ini berusaha menyelematkan lembaga Mahkamah Konstitusi dari persepsi buruk publik terhadap Mahkamah Konstitusi sendiri. Seluruh rakyat indonesia paham bahwa hadirnya Mahkamah Konstitusi sebagai jawaban atas agenda reformasi yaitu pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme serta mengukuhkan kembali status negara kita sebagai negara hukum, bahkan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Prubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi menempatkan Mahkamah konstitusi sebagai negarawan, sehinggah untuk menyelamatkan status dan kedudukan lembaga ini, sudah sepatut dan selayaknya Perpu itu dikeluarkan. Konteksnya berbeda ketika terjadi korupsi di institusi-institusi penegak hukum yang lain karena praktek – praktek terlarang sudah sejak lama terjadi dan bukan merupakan institusi baru sabagai hasil agenda reformasi. Beban terbesar lembaga Mahkamah Konstitusi adalah lembaga ini hadir sebagai agenda reformasi untuk menjawab tuntutan masyrakat karena masyrakat menganggap bahwa intitusi-intitusi penegak hukum lainnya sangat rentan dengan korupsi. Pernyataan ini bukan berarti bahwa, saya sepakat dengan kasus-kasus korupsi di intitusi-intitusi-institusi penegak hukum seperti, kejakasaan dan kepolisian tetapi saya hanya melihat peluang persepsi buruk publik terhadap lembaga mahkamah konstitusi dengan intitusi-intitusi penegak hukum yang lain.  
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tidak menegaskan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi adalah Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tetapi hanya terbatas pada hak dan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk melakukan uji materi Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak ditegaskan pula mengenai tugas dan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Perpu terhadap undang-Undang Dasar Tahun 1945, sehinggah Perpu Mahkamah Konstitusi untuk mengembalikan tugas, fungsi dan kewenangan Komisi Yudisial tetap bersifat konstitusional. Perpu Mahkamah konstitusi juga hadir dalam hal ikhwal kegentingan memaksa untuk menyelamatkan lembaga MK dari persepsi buruk publik sebagai konsekuensi agenda reformasi.